Persebaran Pola Batik di Indonesia (bag. 2)
Post Date: September 9, 2014

2. Jawa Tengah

Pada abad ke-17, Keraton Mataram Kotegedhe merupakan pusat kerajaan sekaligus budaya Jawa, termasuk salah satunya tradisi membatik. Mulai dari Keraton Mataram inilah cerita batik tradisional Jawa mulai tumbuh dan berkembang hingga ke luar keraton, tentunya dengan corak dan penyesuaian yang selaras dengan keadaan setempat.

Bagi perempuan Jawa saat itu, kain batik merupakan busana dalam kesehariannya. Tidak hanya perempuan Jawa, lelaki Jawa pun mengenakan batik. Batik saat itu dijadikan sebagai jarik atau tapih, kemben, selendag, dodot, dan ikat kepala. Meski dikenakan dalam keseharian, penggunaan batik ini pun tetap diatur atau disesuaikan baik dari segi corak dan motif, acara, serta waktunya. Pembuatan batik ini pun masih menggunakan bahan-bahan alami, diantaranya dalam pewarnaan menggunakan daun tom (indigotera), soga, teteran, dan tinggi, untuk memperoleh warna cokelat, biru, kuning dan warna-warna lainnya.

Batik yang dibuat di Mataram ini memiliki motif dan corak yang khas, yang memiliki nilai dan makna kearifan, sangat spesifik, dan unik. Saat ini batik-batik tersebut disebut dengan batik klasik atau tradisional. Tidak hanya Yogyakarta, batik Surakarta pun masih identik dengan batik klasik.

Salah satu motif yang tercipta antara lain motif parang yang memiliki motif turunannya, seperti motif parang rusak. Motif ini sengaja diciptakan oleh Panembahan Senopati. Namun ada pula yang menyatakan bahwa motif ini diciptakan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma, yaitu cucu Panembahan Senopati. Meskipun memiliki versi yang berbeda, namun bentuk dan sejarahnya sama.

Parang Rusak sendiri memiliki arti perang atau menyingkirkan hal-hal yang rusak, yang dimaknai sebagai perang melawan nafsu jahat dan keburukan. Motif parang ini terdiri dari ornamen lidah api yang disebut sebagai uceng perlambang api yang merupakan simbol amarah; ornamen mlinjon atu blumbungan yang bermakna sebagai lambang dari air sebagai simbol nafsu supiah dengan komposisi miring 450, yang menandakan kekuatan gerak cepat. Parang rusak memberikan makna agar manusia di dalam hidupnya mampu mengendalikan diri, baik secara lahir dan batin, sehingga memiliki watak dan perilaku yang luhur.

Sumber: http://bebatikan.com/

Teknik-Teknik Pembuatan Batik (bag. 2)
Post Date: September 8, 2014

Teknik Cap

Teknik ini merupakan teknik batik otomatis menggunakan canting cap, yang terbuat dari kepingan logam atau pelat berisi gambar yang sedikit menonjol. Permukaan canting yang bermotif ini akan dicelupkan dalam cairan malam yang nantinya akan dicapkan di atas kain atau mori. Canting cap ini akan meninggakan motif yang disebut dengan klise. Proses ini tentunya memakan waktu kebih cepat jika dibandingkan dengan pembuatan batik tulis. Sehingga dapat memproduksi dalam jumlah yang lebih besar hanya dalam waktu yang singkat.

Teknik Colet

Motif batik yang dihasilkan melaui teknik ini tidak berupa klise, melainkan menyerupai lukisan. Teknik pembatikan ini dilakukan dengan mewarnai pola batik dengan mengoleskan cat atau pewarna pada kain jenis tertentu dengan pola batik menggunakan alat khusus atau dengan kuas.

Teknik Printing atau Cetak

Hasil dari teknik pembuatan batik ini dikenal dengan batik printing. Pada umumnya batik printing memiliki corak dengan warna yang terang dan mencolok, sehingga memiliki kesan yang tidak mudah luntur. Batik ini memiliki perpaduan atau kombinasi warna yang kontras. Teknik ini hampir menyerupai teknik cetak yang ada dalam industri tekstil. Teknik printing ini juga tidak jarang menggunakan mesin cetak komputerisasi.

Sumber: http://bebatikan.com/

Teknik-Teknik Pembuatan Batik (bag. 1)
Post Date: September 5, 2014

Apabila kita melihat saat ini, fashion batik menjadi salah satu kebanggan bagi masyarakat Indonesia. Kini batik dikenakan di mana pun dan kapan pun. Tidak hanya sebagai baju yang dikenakan pada acara-acara formal seperti pernikahan atau khitanan, batik pun menjadi busana keseharian sebagai baju kantor, saat bekerja, pesta, hingga acara santai. Perubahan ini seiring dengan semakin meluasnya perkembangan batik, mulai dari motif, corak, dan warna. Sehingga memunculkan berbagai model busana batik.

Perkmbangan batik ini pun tidak lepas dari teknik pembuatan batik yang beragam, diantaranya:

Teknik Canting Tulis

Teknik ini merupakan cara yang paling kuna yang dikenal dalam sejarah, yaitu menggunakan alat yang disebut canting. Alat ini terbuat dari tembaga ringan yang memiliki bentuk seperti teko kecil yang memiliki corong pada bagian ujungnya. Canting berfungsi untuk menorehkan cairan malam atau lilin (wax) pada pola yang telah ada. Selanjutnya setelah kain selesai dicanting masuk tahap ke dalam larutan pewarna, dengan bagian yang tertutup malam tidak terkena warna.

Teknik Celup Ikat

Pada pembuatan batik menggunakan teknik ini dilakukan dengan cara mengikat sebagian kain, kemudian dicelupkan de dalam larutan pewarna. Bagian kain yang diikat ini atau ditutup lilin ini tidak boleh terkena bahan pewarna. Selesai pencelupan, ikatan akan dibuka, sehingga bagian ini tidak berwarna. Bagian ini akan tetap berwarna putih, yang disebut dengan motif negatif atau klise.

Sumber: http://bebatikan.com/

Asal Mula Teknik Canting pada Batik (bag. 2)
Post Date: September 4, 2014

Rouffaer menambahkan bahwa pola gringsing sudah ada sejak abad ke-12 di Kediri jawa Timur. Berdasarkan pola tersebut, Rouffaer menyimpulkan bahwa pola tersebut hanya dapat dibentuk menggunakan canting, sehingga pada masa itu diperkirakan keberadaan batik di daerah Jawa. Pada abad ke-13 ditemukan ukiran kain yang menyerupai pola batik yang dikenakan oleh Prajnapramitha, sebuah arca dewi kebijaksanaan buddhis di Jawa Timur. Pada detil pakaian yang dikenakannya menampakkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang hampir mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang ada pada saat ini. Hal inilah ayang semakin menguatkan bahwa pola rumit tersebut hanya dapat dibuat menggunakan canting yang telah dikenal sejak abad ke-13 atau lebih awal.

Sementara itu, legenda dalam Sastra Melayu sendiri yang terdapat dalam kitab Sulalatus Salatin diceritakan bahwa Hang Nadim diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk mendapatkan 140 lembar kain serasah dari India dengan pola 40 jenis  bunga pada setiap lembarnya. Namun karena tidak mampu memenuhi perintah tersebut, maka Hang Nadim membuatnya sendiri. Akan tetapi sangat disayangkan kapal yang tengah membawa 140 lembar kain tersebut karam dan hanya menyisakan empat lembar saja. Hal tersebut tentunya membuat Sultan Mahmud kecewa. Berdasarkan kisah tersebut, bentuk kain serasah inilah yang diperkirakan sebagai kain batik.

Sementara itu Sir Thomas Stamford Raffles dalam bukunya yang sangat poluler History of Java menceritakan tenik batik untuk pertama kali. Dimulai oleh seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel yang memberikan selembar kain batik ke Museum Etnik di Rotterdam. Batik tersebut diperolehnya ketika berkunjung ke Indonesia sekitar abad ke-19, dan masa itu merupakan masa keemasan batik. Saat dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1990 batik Indonesia sangat memukau publik dan dunia.

Namun sejak industrialisasi dan globalisasi, teknik otomatisasi batik jenis baru yang disebut dengan batik cap dan printing mulai muncul. Sementara itu batik tradisional tetap dibuat dengan teknik canting. Industri batik pun telah ditemui di Pekan pada tahun 1895 yang menghasilkan batik, kain pelangi, dan kain telepok.

Sumber: http://bebatikan.com/

 

Asal Mula Teknik Canting pada Batik (bag. 1)
Post Date: September 3, 2014

Di Indonesia sendiri dikenal beberapa jenis kain batik, yaitu batik tulis, batik cap, dan batik printing. Kain tersebut dihasilkan melalui beberapa teknik diantaranya teknik canting tulis, teknik celup ikat, teknik cap, dan teknik printing. Diantara beberapa teknik tersebut canting merupakan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam yang dikenal sebagai saah satu bentuk seni kuna.

Pada awalnya teknik tersebut dikenal di Mesir sejak abad ke-4 SM, melalui ditemukannya kain pembungkus mumi yang dilapisi dengan malam yang membentuk pola. Sementara di Asia, teknik ini digunakan oleh bangsa Tiongkok di masa Dinasti Tang (618-907), di India, serta di  Jepang pada periode Nara (645-794). Sedangkan di Afrika sendiri teknik yang menyerupai batik ini dikenal oleh suku Yoruba di Negeria, suku Soninke, dan Wolof di Sinegal. Di Indonesia sendiri seni membatik dikenal sejak zaman Majapahit berkuasa, dan semakin populer pada akhir abad XVIII atau awal abd XIX. Pada zaman ini hingga awal abad XX semua jenis batik yang dihasilkan adalah batik tulis. Sedangkan sekitar tahun 1920-an atau setelah Perang Dunia I batik cap baru dikenal.

Sejarah awal mulanya batik memang belum memiliki keterangan yang cukup jelas, karena beberapa pakar dan peneliti memiliki pandangan yang berbeda dalam hal ini. GP Roufaer dalam bukunya De Batik- Kunst, menerangkan bahwa kehadiran batik Jawa sendiri tidak tercatat, namun dimungkinkan bahwa teknik batik diperkenalkan dari India dan Sri Lanka pada abad ke-6 atau ke-7. Sementara J. L. A. Brandes, seorang arkeolog dari Belanda dan F. A. Sutjipto, sejarawan Indonesia menyimpulkan bahwa tradisi batik merupakan tradisi asli dari daerah Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Daerah-daerah tersebut tidak dipengaruhi oleh Hidhuisme, namun memiliki tradisi kuna membuat batik.

Sumber: http://bebatikan.com/